Keinginan diantara Niat Abu-abu. ilustrasi foto dokumentasi PERSNEWS.INFO

PERSNEWS.INFOSorot. Mengetahui ‘the rules of game’ proyek pemerintahan (tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) bahwa eksistensi Peraturan Presiden (Perpres) No. 54 Tahun 2010, lalu Perpres Nomor 4 Tahun 2015 dinyatakan masih terdapat kekurangan dan belum menampung perkembangan kebutuhan Pemerintah mengenai pengaturan atas Pengadaan Barang/Jasa yang baik.

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah disebut Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan Pengadaan Barang/Jasa oleh
Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang dibiayai oleh APBN atau APBD yang prosesnya sejak identifikasi kebutuhan, sampai dengan serah terima hasil pekerjaan. Karena Perpres No. 54 Tahun 2010 dan Perpres No. 4 Tahun 2015 telah dinyatakan masih terdapat kekurangan dan belum menampung perkembangan kebutuhan Pemerintah mengenai pengaturan atas Pengadaan Barang/Jasa yang baik, maka di ganti dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Pada Perpres No.16 Tahun 2018, BAB I, Ketentuan Umum, Pasal 1 antara lain berisikan :

  • LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
  • PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA
    untuk mengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran
    anggaran belanja negara/anggaran belanja daerah.
  • UKPBJ (Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa) adalah unit kerja di
    Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah yang menjadi pusat keunggulan Pengadaan Barang/Jasa.
  • PJPHP (Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan) adalah pejabat administrasi/pejabat fungsional/ personel yang bertugas memeriksa
    administrasi hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa.
  • PPHP (Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan) adalah tim yang bertugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa.
  • RUP (Rencana Umum Pengadaan) Barang/Jasa adalah daftar rencana
    Pengadaan Barang/Jasa yang akan dilaksanakan oleh Kementerian/ Lembaga/Perangkat Daerah.
  • APIP (Aparat Pengawas Intern Pemerintah) adalah aparat yang melakukan pengawasan melalui audit, reviu, pemantauan, evaluasi,
    dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan
    tugas dan fungsi Pemerintah.
  • HPS (Harga Perkiraan Sendiri) adalah perkiraan harga barang/jasa yang ditetapkan oleh
    PPK.
  • Pembelian secara Elektronik yang selanjutnya disebut E-purchasing adalah tata cara pembelian barang/jasa melalui sistem katalog elektronik.

Pasal 4, Pengadaan Barang/Jasa bertujuan untuk, pada huruf a. “menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan, diukur dari aspek kualitas, jumlah,
waktu, biaya, lokasi, dan Penyedia;”

Pada Pasal 8 di Perpres No.16 Tahun 2018, sebagai berikut:

Pelaku Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas:

  • a. PA;
  • b. KPA;
  • c. PPK;
  • d. Pejabat Pengadaan;
  • e. Pokja Pemilihan;
  • f. Agen Pengadaan;
  • g. PjPHP/PPHP;
  • h. Penyelenggara Swakelola; dan
  • i. Penyedia.

Pada Pasal 25, sebagai berikut : Persiapan pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia oleh PPK
meliputi kegiatan:

  • a. menetapkan HPS;
  • b. menetapkan rancangan kontrak;
  • c. menetapkan spesifikasi teknis/KAK; dan/atau
  • d. menetapkan uang muka, jaminan uang muka, jaminan pelaksanaan, jaminan pemeliharaan, sertifikat garansi, dan/atau penyesuaian harga.

Pada Pasal Pasal 44 pada angka satu (1) berbunyi “Kualifikasi merupakan evaluasi kompetensi, kemampuan usaha, dan pemenuhan persyaratan sebagai Penyedia.”

Pasal 77 pada Angka enam (6) sebagai berikut : “Menteri/kepala lembaga/ kepala daerah memfasilitasi
masyarakat dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.”

Pasal 78 pada angka satu (1) Perbuatan atau tindakan peserta pemilihan yang dikenakan sanksi dalam pelaksanaan pemilihan Penyedia, di huruf a : “menyampaikan dokumen atau keterangan palsu/tidak benar untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Dokumen Pemilihan;”

Pasal 80 pada (1) Perbuatan atau tindakan peserta pemilihan yang
dikenakan sanksi dalam proses katalog berupa, di huruf a. “menyampaikan dokumen atau keterangan palsu/tidak
benar untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Dokumen Pemilihan;”

Pada Pasal 81 berbunyi
“Dalam hal terjadi pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) huruf a sampai huruf c dan Pasal 80 ayat (1) huruf a sampai huruf c, UKPBJ melaporkan secara PIDANA.”

Pada Pasal 88 berbunyi Pada saat Peraturan Presiden ini berlaku:

  • a. Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan WAJIB dijabat oleh
    Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf a paling lambat
    31 Desember 2020;
  • b. PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan yang dijabat OLEH Aparatur Sipil Negar/TNI/Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf b WAJIB memiliki
    sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa paling lambat 31 Desember 2023;
    c. PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan yang dijabat oleh personel lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf c WAJIB memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa paling lambat
    31 Desember 2023;
  • d. PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan WAJIB memiliki
    Sertifikat Keahlian Tingkat Dasar di bidang Pengadaan Barang/Jasa sepanjang belum memiliki sertifikat
    kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa sampai dengan 31 Desember 2023.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018 telah menguraikan perihal aturan terkait suatu pekerjaan (Proyek) Pengadaan barang atau jasa yang memakai sumber APBN atau APBD. Silih berganti Perpres terkait hal ini, Namun, dari beratus atau beribu pekerjaan yang telah ada di Negara ini, pernahkah ada UKPBJ melaporkan secara Pidana?. Bagaimana yang ditemukan di suatu proyek itu ada yang mangkrak, beberapa tahun sudah terlihat kerusakan, Aparat Hukum menemukan bahan tidak sesuai spesifikasi, dll ?.

Suatu badan usaha yang sebagai pemenang suatu proyek di pemerintahan berarti badan usaha itu telah memiliki persyaratan 100% kelengkapan dokumen, berkualifikasi dan berkualitas. Tapi kenapa masih ada Pengadaan barang/jasa yang mangkrak, beberapa tahun sudah terlihat kerusakan, Aparat hukum menemukan bahan tidak sesuai spesifikasi, fiktif, dll ?, apakah perusahan itu berkualiikasi dan berkualitas jika pinjam/pakai dokumen dari badan usaha/perusahaan lain sebagai pelengkap persyaratan?, apakah boleh Si Orang yang mau ambil proyek itu ‘Setting’ kroninya ikut di proyek itu yang seakan-akan badan usaha yang berniat ambil di proyek tersebut sudah mencukupi ?. Dan masih banyak lagi cara bermodus atau akal-akalan lainnya.

Apakah Unsur KKN+Gratifikasi tidak bisa dihilangkan di Negeri ini?. Dalam ditemukan terjadi kasus pada peroyek/pekerjaan/Pengadaan Barang dan jasa Pemerintah itu pernahkah sanksi diberikan juga kepada mereka semua yang berkontribusi sejak awal di peroyek/pekerjaan/Pengadaan Barang dan jasa tersebut?.

#SaveUangNegara. #ModusMasif. 

(Redaksi).

Loading