PERSNEWS.INFO, MENYOROTI – Kota Batam, sikap tegas tolak penggusuran Warga Rempang Pengurus Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga di Tanjungpinang beri ultimatum.

Pergerakkan Pengurus Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga di Tanjungpinang pada hari Senin, 7 Agustus 2023, di salah satu ruko, Batu (Km) 7, Kota Tanjungpinang, merapatkan barisan membahas perihal penggusuran warga rempang. Dalam pembahasannya tampak argumentasi dan diksi pengetahuan terjalin menjadi bingkai dugaan substansi masalah.

Tolak Penggusuran Warga Rempang Pengurus Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga Di Tanjungpinang Beri Ultimatum
Foto oleh Ogi “Jhenggot”, (7/8).

Diketahui suatu produk Perundang-undangan atau Peraturan atau Surat Keputusan masa kini terpancar nilai peradaban dan menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM), namun kadang-kadang ada yang tidak mengindahkannya dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi. Perundang-undangan atau Peraturan atau Surat Keputusan yang tampil dengan mengimplementasikan selera ‘Aku’ untuk misi tertentu tanpa nilai peradaban dan HAM itu telah mendatangkan ketidakpastian, ketidakadilan, dan penderitaan warga. Perundang-undangan atau Peraturan atau Surat Keputusan yang demikian itu adalah produk yang substansi dan proses pembuatannya dilakukan oleh orang-orang yang kosong jiwa, tidak memahami dan mendalami hakikat dan tujuan Perundang-undangan atau Peraturan atau Surat Keputusan tersebut.

Entah tidak mengerti/paham realitas kearifan lokal atau memang tidak berpengetahuan, perihal antara mencondongkan kesombangan kekuasaan diri ‘Aku’ atau oligarki. Apakah produk Perundang-undangan atau Peraturan atau Surat Keputusan itu hanya untuk memperoleh susunan hipotesis?

Ambigu kewenangan jadi tidak aneh seandainya ada satu atau lebih Perundang-undangan atau Peraturan atau Surat Keputusan tidak dapat dijalankan karena tidak sesuai dengan realitas  kearifan lokal yang akan diatasi, atau belum sempat dilaksanakan sudah harus dicabut atau direvisi untuk disesuaikan dengan realitas kearifan lokal.

Diketahui Kepala Badan Pengusahaan (BPBatam saat ini adalah Rudi, yang juga merupakan Wali Kota Batam. Pengurus Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga di Tanjungpinang ada pribahasa sekiranya jangan pernah dilupakan:

“Jika Kamu harus bermain, putuskan tiga hal di awal: Aturan permainan, Taruhannya, dan Waktu berhenti”

Tolak Penggusuran Warga Rempang Pengurus Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga Di Tanjungpinang Beri Ultimatum
Foto oleh Ogi “Jhenggot”, (7/8).

Yang menjadi dasar sikap tegas Pengurus Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga di Tanjungpinang tolak indikasi BP Batam menggusur Warga Rempang ini yang termaktub dalam:

Pertama – Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa,

“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”

Kedua – Pasal 28 I ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa,

“Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban”

Ketiga – Penjelasan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam;

“Untuk itu, perlu diterbitkan Peraturan Pemerintah tentang penetapan Batam sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dengan Batas-batas yang jelas dan Mudah dikontrol keamanannya dan Tidak mengganggu keberlanjutan lingkungan hidupsesuai Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

Tidak mengganggu keberlanjutan lingkungan hidup, komponen-komponen lingkungan hidup terdiri dari dua jenis, yaitu:

  1. Komponen Biotik, adalah makhluk hidup yang meliputi ManusiaTumbuhan dan Hewan.
  2. Komponen Abiotik, adalah benda-benda tak hidup, antara lain air, tanah, batu, udara dan cahaya matahari.

Keempat – Pasal 3 di UU RI Nomor 26 TAHUN 2007 tentang PENATAAN RUANG. Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang amannyamanproduktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:

  • a. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
  • b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
  • c. terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

PENJELASAN atas UU RI Nomor 26 TAHUN 2007 tentang PENATAAN RUANG pada Pasal 3:

  • Yang dimaksud dengan “aman” adalah situasi masyarakat dapat menjalankan aktivitas kehidupannya dengan terlindungi dari berbagai ancaman.
  • Yang dimaksud dengan “nyaman” adalah keadaan masyarakat dapat mengartikulasikan nilai sosial budaya dan fungsinya dalam suasana yang tenang dan damai.

Kelima – Pasal 60 di UU RI Nomor 26 TAHUN 2007 tentang PENATAAN RUANG. Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk:

  • a. mengetahui rencana tata ruang;
  • b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;
  • c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang;
  • d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya;
  • e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan
  • f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian.

Sehingga rapat pengurus Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga di Tanjungpinang konsisten turut serta mempertahankan dan memperjuangkan eksistensi masyarakat dalam pelestarian kebudayaan.

Adapun poin ultimatum sikap tegas Pengurus Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga di Tanjungpinang, yaitu:

  1. Menolak menggusur Masyarakat Rempang karena Pulau Rempang terdapat khazanah dalam pelestarian kebudayaan.
  2. Jika benar ada dasar aturan/keputusan apapun dari BP Batam dijadikan penggusuran masyarakat Rempang maka Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau harus sesegera mungkin membatalkan aturan tersebut karena hak tradisional masyarakat termaktub dalam Pasal 18B ayat (2) dan Pasal 28I ayat (3) UUD 1945, UU RI Nomor 26 TAHUN 2007 tentang PENATAAN RUANG, serta Peraturan lainya yang terkait.
  3. Meminta Gubernur Kepulauan Riau tidak melepas tanggung jawab untuk peduli kepada penduduknya yang telah mengalami korban fisik, kerugian materi dan lain-lainnya akibat peristiwa/kejadian/aksi dalam menolak penggusuran warga Rempang.
  4. Meminta Badan Pelestarian Kebudayaan Wilayah IV Kemendikbudristek RI dengan segera khazanah di Pulau Rempang jadi unsur-unsur pelestarian kebudayaan dari Provinsi Kepulauan Riau (Kepri)
  5. Mengajukan Petisi kepada Presiden Republik Indonesia, Bapak Ir. Joko Widodo (Jokowi) segera menggantikan Kepala BP Batam atas adanya penggusuran tersebut.
  6. Terkait hal ini janji Gubernur Kepulauan Riau beraudiensi pada tanggal 18 Juli 2022, maka kembali mengajukan permohonan surat kepada Gubernur Kepulauan Riau untuk beraudensi langsung dengan Gubernur Kepulauan Riau.

Jika ultimatum ini tidak di gubris oleh pihak-pihak terkait maka segenap Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga maka akan turun aksi ke jalan menggunakan hak aspirasi di negara yang menjunjung tinggi demokrasi ini, tutup rapat Pengurus Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga di Tanjungpinang.

(Redkasi/Ogi “Jhenggot”)

Loading