Proses sumpah saksi di Pengadilan. Ilustrasi gambar dokumentasi PERSNEWS.INFO

PERSNEWS.INFO – Pendidikan. Indonesia adalah “Negara Hukum”, sesuai bunyi Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945. Pada proses peradilan yang berhak memberikan putusan adalah Pengadilan, yang mana dalam hal ini Hakim. Tindakan Hakim dalam proses peradilan harus sesuai dengan hukum acara pidana, Undang-Undang No.8 Tahun 1981 atau di kenal dengan nama Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dalam hal ini tindakan Hakim yang bertindak atas nama pengadilan telah di atur dalam Pasal 191 sampai dengan Pasal 197 KUHAP sebagai pedoman beracara pada proses peradilan.

Hakim dalam memberikan putusan memperhatikan hasil dari pemeriksaan dipersidangan yang mana untuk memperoleh kebenaran yang maksimal. Alat bukti yang dihadirkan dalam proses persidangan sebagai pembuktian merupakan kunci bagi Hakim untuk memperoleh kejelasan suatu perkara.

Dalam Pasal 183 KUHAP

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila ia dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”

Kekuatan pembuktian alat bukti bersifat limitatif (bersifat membatasi) dimana Hakim, Penuntut Umum dan Penasihat Hukum terikat dan hanya mempergunakan alat bukti yang telah ditentukan dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP.

Keterangan saksi dalam perkara pidana merupakan salah satu alat bukti penting dalam pembuktian.

Sumpah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pernyataan yang diucapkan secara resmi dengan bersaksi kepada Tuhan atau kepada sesuatu yang dianggap suci atau pernyataan disertai tekad melakukan sesuatu untuk menguatkan kebenaran. Janji, adalah ikrar yang teguh untuk melakukan sesuatu.

Fenomena yang sering terjadi dalam peradilan adalah saksi cenderung memberi keterangan yang tidak benar. saksi memberikan kesaksian di persidangan dengan di sumpah di depan Majelis Hakim Pengadilan terlebih dahulu. Pada saat tersebut saksi secara tidak langsung telah berada di bawah ancaman Pasal 242 KUHP, jika terbukti menyatakan sumpah palsu karena melanggar sumpah yang sudah diucapkan sebelum bersaksi. Sehingga hal tersebut menjelaskan bahwa saksi yang tidak jujur di persidangan bisa dituntut dan dilaporkan. Dalam statusnya sebagai pemberi keterangan dalam persidangan, saksi bisa di ancam hukuman berat karena di nilai sebagai orang yang memberikan kebenaran terhadap apa yang telah disampaikannya, oleh sebab itu begitu pentingnya Sumpah Pada Alat Bukti Keterangan Saksi Dalam Proses Peradilan Pidana.

Lafal sumpah Saksi:

”saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan menerangkan dengan sebenarnya dan tiada lain dari yang sebenarnya”

Begitu pentingnya sumpah pada alat bukti keterangan saksi dalam proses peradilan pidana, maka pertanyaan permasalahannya, antara lain:

  1. Bagaimana arti pentingnya pengambilan sumpah terhadap kekuatan pembuktian keterangan saksi dalam perkara pidana di Pengadilan?.
  2. Bagaimana kekuatan hukum sumpah terhadap sumpah palsu dan keterangan palsu dalam proses peradilan pidana?.

Pasal 160 ayat 3 (KUHAP)

“sebelum memberikan keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya.”

Sistem hukum pembuktian di Indonesia ada beberapa pengelompokan alat bukti, yang membagi alat-alat bukti ke dalam kategori, seperti:

  • Oral Evidence; – perdata (keterangan saksi, pengakuan dan sumpah), – pidana (keterangan saksi, keterangan ahli, dan keterangan terdakwa).
  • Documentary Evidence; – perdata (surat dan persangkaan), – pidana (surat dan petunjuk).
  • Material Evidence; – perdata (tidak dikenal), – pidana (barang yang digunakan untuk melakukan tindak pidana, barang yang merupakan hasil dari suatu tindak pidana dan informasi dalam arti khusus).
  • Electronic Evidence; – konsep pengelompokan alat bukti menjadi alat bukti tertulis dan elektronik. konsep ini tidak dikenal di Indonesia, – konsep tersebut terutama berkembang di negara-negara common law, – pengaturannya tidak melahirkan alat bukti baru, tetapi memperluas alat bukti yang termasuk ketegori documentary evidence.

Alat bukti yang sah menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP adalah:

  • keterangan saksi,
  • keterangan ahli,
  • surat,
  • petunjuk, dan
  • keterangan terdakwa.

Keterangan Saksi, pengertian keterangan saksi terdapat pada Pasal 1 angka 27 KUHAP disebutkan bahwa

“keterangan saksi adalah salah satu alat bukti yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, lihat sendiri dan alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.”

Keterangan Ahli, dalam KUHAP keterangan ahli diatur dalam Pasal 186 yang menyatakan

“Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.”

Dalam penjelasan Pasal 186 KUHAP menentukan bahwa keterangan ahli dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan. Pasal 1 angka 28 disebutkan:

“keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.”

Surat, Pada Pasal 187 menyatakan bahwa Surat sebagaimana tersebut dalam Pasal 184 (1) huruf c, di batas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:

  • a) berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang dan yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang di dengar, di lihat atau yang dialaminya sendiri
  • b) surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya
  • c) surat keterangan dari seorang ahli yang membuat pendapat berdasarkan keahliannya
  • d) surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.

Petunjuk, diatur pada Pasal 188 ayat (1) KUHAP yang menyatakan:

“Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaianya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.”

Keterangan Terdakwa, sebagai alat bukti diatur dalam Pasal 189 KUHAP yang menyatakan:

“Keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa nyatakan dalam sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau ia alami sendiri.”

Pasal 224 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, berbunyi barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus dipenuhinya, di ancam:

  1. Dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan
  2. Dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enam bulan.

Pada Pasal 1 angka 27 KUHAP. berbunyi:

“Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.”

Tampak ada tiga tolak ukur tanggungjawab isi keterangan saksi, yakni:

  • melihat,
  • mendengar, dan
  • mengalami.

Pasal 242 KUHP, hukum pidana telah menentukan sanksi pidana maksimum 7 sampai 9 tahun penjara bagi orang yang memberikan keterangan palsu di atas sumpah.

Maka sumpah merupakan syarat yang mutlak dan esensial dalam proses peradilan pidana.

(Redaksi).

Loading