PERSNEWS.INFO, PENDIDIKAN – Apakah Gong Waning itu?, yang satu ini cukup banyak masyarakat umum tidak mengetahuinya. Oleh sebab itu jangan harus bangga “Aku Cinta Indonesia” tapi apatis terhadap Kebudayaan, Kesenian dan Daerah yang ada di Negeri yang terindah di bumi khatulistiwa ini.
Gong Waning salah satu alat musik tradisional masyarakat Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang merupakan alat musik yang dimainkan dengan cara di tabuh (di pukul). Gong Waning terdiri dari beberapa jenis instrumen, seperti:
- waning (gendang)
- gong
- peli anak (saur)
Waning sendiri merupakan alat musik sejenis Gendang yang terbuat dari kayu kelapa dan kulit sapi/kambing yang sudah dikeringkan dan hanya memiliki 1 (satu) membran. Alat musik ini biasanya dimainkan sebagai pengiring tarian baik dalam acara adat maupun pertunjukan tari.
Perlu diketahui bahwa sebelum adanya gong di daerah Sikka, masyarakat di sana menggunakan alat musik lettor. Lettor sendiri merupakan alat musik yang terbuat dari kayu berbentuk bilahan yang di susun seperti Gambang pada alat musik Jawa.
Namun setelah mengenal alat musik gong, masyarakat mengganti lettor dengan alat musik tersebut, hal ini dilakukan karena suara yang dihasilkan mirip dengan lettor. Sejak saat itu di sana menggunakan gong sebagai pendamping alat musik waning dan menyebutnya dengan Gong Waning. Alat musik ini dulunya digunakan masyarakat untuk mengiringi prosesi dan tarian pada upacara adat masyarakat Sikka.
Menurut beberapa sumber sejarah yang ada, alat musik ini sudah ada sekitar tahun 1920-an. Adanya Gong Waning ini merupakan dampak dari masuknya pedagang Cina, Jawa, dan Bugis yang pada saat itu membawa alat musik gong untuk ditukar dengan barang kerajinan atau hasil bumi masyarakat di sana. Sehingga, Gong Waning keberadaannya sudah cukup lama di masyarakat Sikka, NTT. Gendang yang satu ini memiliki bentuk yang berbeda dengan Gendang pada umumnya, hanya memiliki satu membran. Waning yang digunakan biasanya terdiri dari dua jenis, yaitu:
- gendang besar
- dodor (gendang kecil)
Pada perangkat gong yang digunakan memiliki nada yang berbeda-beda, dari nada rendah sampai nada tinggi. Gong tersebut diantaranya:
- gong Ina wa’a,
- gong Ina depo,
- gong lepe,
- gong Higo-hagong,
- gong Udong.
Untuk gong higo-hagong biasanya terdiri dari dua gong yang berbeda namun dimainkan secara bersamaan, apabila salah satunya tidak ada maka musik yang dihasilkan akan terdengar rancu.
Untuk peli anak atau saur, merupakan potongan bambu sepanjang kurang lebih 1 meter. Peli anak ini biasanya digunakan untuk mestabilkan irama pukulan Gong Waning.
Seperti alat musik tradisional lainnya, Gong Waning ini dimainkan secara bersamaan dan diselaraskan hingga menghasilkan satu irama yang pas enak didengar. Pada dasarnya musik Gong Waning ini hanya digunakan untuk mengiringi pertunjukan tari saja, dan tidak bisa ditampilkan secara orkestra seperti gamelan.
Sehingga irama yang dimainkan juga disesuaikan dengan gerakan tari. Irama pada permainan Gong Waning terdiri dari :
- irama todu,
- irama bedu blabat,
- irama glebak,
- irama lake.
Setiap irama bisanya mewakili satu tempo yang berbeda beda, dari yang paling cepat sampai yang paling lambat.
Untuk mengiringi tarian tersebut biasanya irama yang dimainkan lebih bebas, karena merupakan tarian rakyat sehingga gerak tarian cenderung mengikuti irama musik Gong Waning. Namun hal ini terlihat berbeda apabila mengiringi tari pertunjukan. Dalam tari pertunjukan biasanya Irama yang dimainkan justru mengikuti gerakan tari dan harus diselaraskan. Karena tari pertunjukan lebih mengutamakan keindahan gerak yang dipadukan dengan musik pengiring, sehingga keselarasan tersebut harus diperhatikan.
Kini Gong Waning tidak hanya digunakan sebagai pengiring upacara adat saja, tapi ditampilkan di berbagai acara seperti festival budaya maupun pertunjukan seni daerah. Selain itu berbagai kreasi dan variasi juga sering dilakukan, namun tetap disesuaikan dengan gerakan tari ditampilkan.
@Sumber Referensi Net
(Redaksi)